Rabu, 23 Juli 2014

Sidang kasus dugaan korupsi di lingkungan Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar selalu menemukan hal-hal baru. Setelah terungkap dana miliaran rupiah yang dibagi-bagikan begitu saja ke orang yang tidak berhak, pada Selasa (22/7) kemarin terkuak kasus memanipulasi tanda tangan untuk mengambil dana negara.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar dengan terdakwa Putu Indera Maritin dan Wayan Sudiasa, hakim yang dipimpin Erly Sulistyorini menghadirkan saksi, Direktur CV Purnia Adiwisesa Made Suaria dan Direktur CV Inisera Wayan Suardika. Di depan persidangan, Made Suaria mengatakan bahwa dia mendapat pekerjaan jaringan listrik, termasuk penambahan daya dari terdakwa Indra Maritin.  “Saya dapat order, ya saya kerjakan,” kata Suaria.
Dia juga mengaku, mengerjakan proyek listrik di IHDN Bangli. Yang menggelitik, Suaria  mengaku bahwa dalam kontrak nilai proyek yang dia kerjakan bernilai Rp 364 juta. Tapi ketika diminta tanda tangan mengenai jumlah anggaran yang dihabiskan IHDN, Suaria malah disuruh tanda tangan Rp 500 juta lebih. “Nilai proyek yang saya kerjakan  Rp 364 juta, namun tanda tangan nilai anggarannya Rp 500 juta lebih,” tegas Suaria, lantang.
Atas kondisi itu, dia mengaku sempat terkejut. Apalagi ketika dia sampai diperiksa kejaksaan.
Dalam sidang Selasa kemarin, Suaria memang berbicara lantang, sehingga dia sempat diperingatkan hakim. Apalagi antara pertanyaan dan jawabannya nyaplir alias tidak nyambung. "Saksi dengar dulu pertanyaan saya, baru jawab!" celetuk ketua majelis hakim, Early Sulistyorini.
Atas kesaksian itu, terdakwa Indra Maritin mengklarifikasinya. Maritin mengatakan bahwa pada Maret 2011 ketika anggaran belum jelas sumbernya, dia memang sudah ditugasi oleh terdakwa Dr.Praptini. “Kerjakan saja, gitu Bu Prap minta,” tegas Maritin.
Dia mengatakan kerja, namun dalam jangka waktu lama tidak juga diberikan dana. Akhirnya proyek listrik, selain yang dikerjakan saksi (Suaria), juga digabung dengan sejumlah proyek lainnya seolah-olah CV Adiwisesa yang mengerjakannya semua. “Alasanmu itu menunjukkan salah besar mengelola anggaran. Kok bisa digabung gitu?” ujar hakim. Maritin tetap mempertahankan alasannya itu.
Sedangkan saksi Suardika tidak banyak bicara. Dia sebagai rekanan konstruksi, hanya namanya yang dipinjam untuk menjadi rekanan pendamping. Namun Suardika mengaku tidak tahu apa – apa, bahkan cenderung  hanya tanda tangan. “Saya tidak tahu apa. Dikasi draf, saya tanda-tangani. Kemudian dana cair ke rekening saya Rp 1,6 miliar,” kata Suardika dengan suara lemah. “Namun saya langsung cairkan untuk Praptini,” tandas saksi. Ditanya fee, saksi mengaku hanya kebagian Rp 5 juta

0 komentar:

Posting Komentar